Isu KDRT Kembali Menjadi Sorotan Publik! Orang tua, Pahami Lebih Dalam Apa Itu Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Penyebabnya dan Bentuknya

Isu KDRT Kembali Menjadi Sorotan Publik! Orang tua, Pahami Lebih Dalam Apa Itu Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Penyebabnya dan Bentuknya

Durasi Waktu Baca : 4 Menit 




Jakarta, Sekolah Cikal. Isu kekerasan dalam rumah tangga kembali menjadi sorotan banyak masyarakat. Hal ini tentu menjadi sebuah aksi atau tindakan yang perlu diperhatikan dan tidak dapat dipermainkan oleh setiap pasangan, terlebih bagi pasangan yang telah memiliki anak. 


Psikolog Klinis Anak dan Konselor di Sekolah Cikal, sekolah swasta berbasis kompetensi yang dikenal ramah anak termasuk anak berkebutuhan khusus, Rendra Yoanda, M.Psi., Psikolog atau yang lebih akrab disapa Rendra menyatakan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat berupa ancaman, tindakan, atau pun penelantaran yang berakibat kepada kesengsaraan, ataupun penderitaan dalam aspek fisik, seksual, dan/atau psikologis dalam keluarga.  


Selengkapnya penjelasan Psikolog Rendra sebagai berikut!

PENGERTIAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 


Sebagai Psikolog, Rendra menyebutkan rujukan penjelasan mendasar mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. 


“Saya akan menggunakan definisi yang dikemukakan dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga: Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.” jelasnya. 


Ia menambahkan bahwa berdasarkan definisi yang didasarkan hukum tersebut bentuknya dapat berupa berbagai hal, antara lain berupa ancaman, tindakan, atau penelantaran dalam lingkup rumah tangga yang sama yang dapat terjadi pada suami atau pada istri. 


“Berdasarkan definisi ini, yang termasuk dalam Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa berupa ancaman, tindakan, ataupun penelantaran yang berakibat kepada kesengsaraan, ataupun penderitaan dalam aspek fisik, seksual, dan/atau psikologis, serta terjadi dalam ranah rumah tangga, artinya bisa terjadi dari suami ke istri (atau sebaliknya), orang tua ke anak (atau sebaliknya), dan lain sebagainya yang masih berada dalam lingkup rumah tangga yang sama.” tambahnya. 


Baca juga : KDRT Dapat Berulang Terjadi, Pahami 4 Siklusnya Agar Dapat Menghindarinya!





KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGAL MERUPAKAN RANAH PUBLIK


Ia juga menyebutkan bahwa isu KDRT ini berdasarkan  Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dirujuknya, Rendra menyatakan bahwa isu KDRT sudah bukan lagi masuk ranah domestik melainkan ranah publik yang dapat meraih dukungan dan perlindungan oleh negara. 


“Selain itu, dengan mengutip definisi yang dikemukakan oleh Undang-Undang menunjukkan bahwa isu KDRT tidak lagi masuk dalam ranah domestik melainkan sudah menjadi ranah publik. Dengan masuknya KDRT ke dalam ranah publik, pelakunya bisa mendapatkan sanksi hukum yang berlaku, dan korban bisa mengakses fasilitas dukungan/perlindungan yang disediakan oleh negara.” jelasnya. 



Baca juga : Langkah-Langkah Tepat Penanganan dan Penyelamatan Korban KDRT yang Dapat Dilakukan Oleh Masyarakat





PENYEBAB KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 


Sebagai psikolog yang seringkali menangani dan mendampingi korban KDRT, Rendra Yoanda menyebutkan bahwa penyebab dari KDRT itu dapat bermula dari ketidakstabilan emosi dan psikologis dari pasangan dan rendahnya kemampuan regulasi emosi pasangan sehingga hal-hal yang kecil yang terjadi dapat menjadi pemantik pertengkaran yang merujuk pada KDRT. 


Hal-hal kecil yang bisa menjadi penyebab antara lain, terlambat sampai rumah, tidak melakukan perizinan saat pergi, atau hanya sekadar lupa meletakkan gula dalam teh atau kopi, dan juga ketidakstabilan psikologis pasangan. 


“KDRT seringkali terjadi disebabkan oleh hal-hal yang kecil, misal lupa menaruh gula di dalam kopi atau terlambat sampai rumah 5 menit. Pelaku KDRT umumnya merupakan individu normal tanpa gangguan atau ketidakstabilan psikologis. Mereka melakukan KDRT karena memiliki pemahaman yang sempit dan keliru terkait dengan peran-peran dalam rumah tangga. Selain itu, mereka bisa jadi juga terbiasa dengan metode berkekerasan dalam menyelesaikan masalah.” ucapnya. 


Baca juga : Mengenal Stockholm Syndrome Pada Korban KDRT: Pengertian, Gejala, dan Rekomendasi Penanganan Korban


BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 


Rendra menyebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga mencakup 4 bentuk secara umum, sebagai berikut. 


  1. Kekerasan fisik 

Kekerasan fisik dalam rumah tangga merupakan segala bentuk perbuatan yang menimbulkan sakit fisik, luka fisik, cacat fisik, hingga kematian. Berdasarkan namanya, maka jelas bentuk dari kekerasan ini bisa berupa pemukulan, membanting, mencekik, dan lain sebagainya yang melibatkan kontak fisik antara pelaku dengan korban.

  1. Kekerasan seksual 

Kekerasan seksual dalam rumah tangga merupakan segala bentuk kekerasan yang terkait dengan aspek seksual, seperti pemaksaan hubungan badan dan/atau perkosaan dengan anggota keluarga, ataupun terkait dengan aspek komersialisasi seksual, seperti menjual anggota keluarga secara seksual dengan dalih membayar utang.

  1. Kekerasan psikologis

Kekerasan psikologis dalam rumah tangga terkait dengan segala bentuk perbuatan ataupun ancaman di dalam rumah tangga yang mengakibatkan korbannya merasa tidak berdaya, ketakutan berlebihan, tidak bisa mengambil keputusan atau tindakan, hingga menimbulkan gangguan-gangguan psikologis berat lainnya.

  1. Penelantaran

Aksi atau tindakan penelantaran yang merujuk kepada tidak dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidup, tidak adanya perawatan atau pemeliharaan yang dilakukan kepada anggota keluarga yang membutuhkan, hingga menimbulkan ketergantungan secara ekonomi pada korban, sehingga korban merasa tidak berdaya jika tidak bersama dengan pelaku, atau dengan kata lain, pelaku memiliki kendali atas hidup korban. (*)


Baca juga :  Hindari KDRT dengan Manajemen dan Resolusi Konflik Bersama Pasangan Sejak Dini!




Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut : https://bit.ly/cikalcs (tim Customer Service Cikal)




Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal 

  • Narasumber : Rendra Yoanda, M.Psi., Psikolog

  • Editor : Layla Ali Umar 

  • Penulis : Salsabila Fitriana

I'M INTERESTED