Berbagi Suara, Berbagi Cerita : Hari Guru, Memanggil Kenangan Masa Lalu

Berbagi Suara, Berbagi Cerita : Hari Guru, Memanggil Kenangan Masa Lalu

Salah satu pendidik Sekolah Cikal, Bapak Fajar Cahya Nugroho menceritakan momen refleksinya berproses menjadi pendidik sampai hari ini di masa pandemi. Berikut cerita dari Bapak Fajar!


Memanggil Kenangan Masa Lalu

Situasi Pandemi ini memaksa kita semua untuk belajar, dipastikan bahwa kita semua kembali menjadi murid. Ada yang belajar menjadi guru, ada yang belajar untuk sekolah dengan cara baru, ada yang belajar bekerja dari rumah atau bekerja di rumah, dan lain sebagainya.


Dalam momentum hari guru nasional, saya ingin menyampaikan refleksi saya mengenai peran guru dalam kehidupan. Seorang yang sangat mulia, Ali RA mengatakan bahwa “Aku adalah hamba/abdi dari siapapun yang mengajariku walaupun hanya satu huruf. Aku pasrah padanya. Entah aku mau dijual, dimerdekakan atau tetap sebagai seorang hamba”, semua orang yang memberikannya ilmu adalah mulia siapapun orang tersebut. Betapa mulianya sikap seorang murid yang bernama Ali RA tersebut sehingga ia pun mendapatkan kemuliaan atas ilmu yang ia miliki.


Betapa bahagianya saya bisa belajar dari banyak guru. Untuk bisa membaca Al Qur’an, saya mulai belajar dari Abang Azhari. Ia adalah pengemudi mobil pribadi yang bekerja kepada salah satu penghuni di komplek kami. Abang Azhari dengan sabar mengajar anak-anak SD membaca Al Qur’an dengan metode al baghdadi. Disinilah saya mengenal untuk pertama kalinya huruf hijaiyah berharakat a, i dan u. Selain itu, Abang Azhari juga mengajari kami cara shalat yang diajarkan turun temurun secara tradisional di kampung beliau di Medan.


Guru, Bukan Pekerjaan Semata

Di kesempatan lainnya, saya berjumpa dengan para mahasiswa dari sebuah sekolah tinggi keuangan yang terletak tidak jauh dari komplek kami. Para mahasiswa tersebut rupanya tinggal di komplek kami dengan menyewa rumah karena rumah mereka yang jauh dari sekolah tinggi tempat mereka menimba ilmu.

Kami pun berjumpa di masjid tempat kami bersama-sama menunaikan shalat berjama’ah. Iya, masjid Uswatun Hasanah, tempat saya melanjutkan belajar membaca Al Qur’an dengan kegiatan yang lebih bervariasi dan menarik. Tidak hanya belajar membaca Al Qur’an setiap habis shalat Maghrib, namun ada juga lomba-lomba yang diselenggarakan dengan meriah dalam rangka memperingati hari besar Islam.

Di masjid itu, kakak-kakak mahasiswa menjadi guru saya dalam mempelajari cara membaca Al Qur’an sekaligus mendalami agama Islam. Mereka mengajarkan pengetahuan yang mereka pahami dengan sangat lembut dan penuh pengertian. Kami anak-anak kecil di komplek tersebut sangat gembira menjadi murid-murid mereka. Cara mereka mengajar membuat hati kami gembira, dengan nyanyian, dengan cerita, tanpa teriakan apalagi makian. Bagi kami, mereka seperti kakak yang sangat menyayangi kami dan peduli kepada masa depan kami.


Guru bukanlah semata pekerjaan, tapi ia adalah ketulusan untuk memberikan ilmu, pemahaman, dan bimbingan atas dasar kepedulian kepada sesama siapapun pelakunya. Selamat Hari guru Nasional, semua murid semua guru!


I'M INTERESTED