Perundungan Masih Terjadi di Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Apa Penyebabnya dan Dampaknya Bagi Anak?

Perundungan Masih Terjadi di Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Apa Penyebabnya dan Dampaknya Bagi Anak?


Durasi Waktu Baca : 7 Menit, 9 Detik 


Jakarta, Sekolah Cikal. Kasus perundungan yang terjadi di salah satu sekolah di Tasikmalaya pada masa awal tahun ajaran baru 2022-2023 di kota mencengangkan publik. Perayaan Hari Anak Nasional 2022 di tahun ini pun nampak seperti menjadi waktu yang tepat untuk setiap orang tua dan bahkan pendidik untuk semakin mawas diri dalam menempatkan anak-anak di lingkungan yang tepat dengan kembali maraknya kasus perundungan. 


Psikolog Rendra Yoanda yang merupakan psikolog klinis anak dan remaja dan juga konselor Sekolah Cikal menyoroti kasus perundungan yang terjadi di Tasikmalaya dengan menjelaskan kembali penyebab sebenarnya anak-anak melakukan perundungan.


PENYEBAB ANAK MELAKUKAN PERUNDUNGAN 


Dalam praktik keseharian, Rendra menjelaskan bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan perundungan dapat terjadi di lingkungan atau suatu ekosistem, misalnya di sekolah. Beberapa hal yang bisa memulai seseorang melakukan perundungan terhadap orang lainnya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. 


  • FAKTOR INTERNAL SESEORANG MELAKUKAN PERUNDUNGAN DI SEKOLAH 


"Secara internal, ada beberapa hal yang bisa menjadi pencetus seseorang melakukan perundungan, antara lain:

  • Ada kebutuhan akan kuasa (power) yang kuat sehingga ia berusaha untuk menampilkan dominasinya di lingkungan,

  • Perlu perhatian berlebih (seeking attention),

  • Faktor impulsivitas karena individu yang bersangkutan kesulitan untuk mengelola perilakunya,

  • Tidak adanya pemahaman bahwa perilaku yang mereka lakukan menyakiti atau melukai orang lain jadi merasa apa yang mereka lakukan adalah hal yang wajar, atau

  • “balas dendam” karena mereka mendapatkan perundungan sebelumnya maka perlu melakukan perundungan juga kepada orang lain yang mereka anggap posisinya lebih lemah.


  • FAKTOR EKSTERNAL SESEORANG MELAKUKAN PERUNDUNGAN 


Selain eksternal, Rendra juga menyebutkan faktor yang mendorong seseorang melakukan perundungan di sekolah misalnya, modelling, dan perbedaan status sosial. 


“Secara eksternal, bisa jadi salah satunya disebabkan oleh modelling. Artinya, mereka mungkin berada di lingkungan pengasuhan yang agresif atau berkekerasan sehingga strategi pemecahan masalah yang mereka ketahui juga memiliki nuansa agresif dan berkekerasan. Perbedaan status sosial juga bisa menjadi pencetus munculnya perundungan karena salah satu pihak merasa lebih kuat, lebih mampu, atau lebih populer sehingga menganggap pihak lain yang lebih lemah perlu tunduk atau menurut pada mereka.” jelas Rendra. 


Kedua faktor yang mendorong hadirnya perundungan ini akan bertumbuh subur dan memantik ketidaknyamanan. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan yang tepat untuk dilakukan di pihak sekolah atau orang tua. 


“Adanya pembiaran dari lingkungan juga akan membuat perundungan makin subur. Tidak bertindak atau melakukan apapun ketika kita melihat perundungan terjadi sama artinya dengan menyetujui perundungan tersebut terjadi.” ucap Rendra. 


Baca juga : Konsekuensi yang Tepat Bagi Pelaku, Saksi, dan Korban dari Psikolog Cikal


DAMPAK PERUNDUNGAN BAGI PELAKU, PENERIMA DAN SAKSI


Kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah tentu memberikan dampak yang memengaruhi psikologis anak, Rendra menyatakan bahwa dampak yang dirasakan tentu akan menjangkau pelaku dan penerima. 


“Apabila perundungan yang terjadi merupakan perundungan fisik, maka jelas dampaknya bisa mengakibatkan luka fisik, mulai dari luka ringan sampai cacat permanen. Dalam banyak kasus, tidak jarang juga perundungan berakibat pada kematian. Secara psikologis, dampaknya bisa dialami tidak hanya oleh individu yang mengalami perundungan, namun juga bisa dialami oleh mereka yang melakukan perundungan dan orang-orang di sekitar perundungan tersebut.” ucap Rendra dalam sesi tanya jawab bersama Cikal. 


Ia juga memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai dampak perundungan yang akan dirasakan oleh penerima perundungan dan pelaku perundungan sebagai berikut. 


  • DAMPAK BAGI ANAK YANG MENGALAMI PERUNDUNGAN 


  • Mereka akan merasa terputus (disconnected) dari lingkungannya. Mereka akan merasa bahwa mereka seorang diri, tidak ada sistem dukungan atau bantuan yang bisa memberikan pertolongan kepada mereka sehingga sangat mungkin untuk mengadopsi fenomena psikologis yang dikenal dengan nama learned helplessness

  • Mereka akan merasa tidak ada lagi yang bisa dilakukan, merasa tidak berdaya, sehingga resiliensinya pun akan menurun. Mereka juga akan mengalami rasa kesepian (loneliness) yang berkelanjutan sehingga membuat mereka akan semakin rentan untuk mengadopsi masalah-masalah psikologis, seperti gangguan kecemasan dan depresi. 

  • Jika perundungan terjadi di sekolah, mereka biasanya akan mengalami penurunan performa secara akademik, kehilangan minat, hingga mungkin membolos karena adanya rasa takut berlebihan dengan sekolah. 

  • Pada beberapa kasus penembakan di sekolah yang terjadi di Amerika Serikat, ada kecenderungan pelaku penembakan pernah memiliki sejarah mengalami perundungan.


  • BAGI ANAK YANG MELAKUKAN PERUNDUNGAN 


  • Bisa jadi perilaku agresif dan implusif dalam diri anak akan menetap karena mereka belajar bahwa agresivitas dan impulsivitas bisa memberikan reward yang mereka inginkan. Oleh karena itu, mereka bisa jadi akan tetap mengadopsi perilaku-perilaku berkekerasan dalam relasi-relasi yang mereka jalani karena empati mereka juga kurang berkembang. Mereka mungkin juga akan menjadi lebih rentan untuk terlibat dalam aktivitas kriminal ataupun aktivitas berisiko lainnya di masa mendatang jika tidak segera ditangani.


  • BAGI ANAK YANG MENJADI PENGAMAT ATAU SAKSI 


Mereka yang menjadi “pengamat” atau saksi (bystander) juga bisa mengalami ketakutan dan kecemasan berlebih karena mereka merasa tidak aman untuk kembali ke tempat tertentu. 


“Jika terjadi di sekolah, mereka merasa tidak aman untuk pergi ke sekolah karena mengetahui bahwa perundungan yang mereka saksikan juga mungkin terjadi pada mereka. Di sisi lain, mereka juga bisa menjadi makin apatis. Mereka tidak lagi memiliki kepedulian dan ketertarikan terhadap lingkungan yang lambat laun akan mempengaruhi semangat serta motivasi diri. Dalam jangka panjang, risiko mereka untuk mengadopsi gangguan-gangguan psikologis juga semakin meningkat.” ucap Rendra Yoanda. 


Baca juga : 3 Cara Cegah Anak dari Aksi Perundungan di Sekolah! 

CARA DAN PROGRAM ANTI PERUNDUNGAN DI SEKOLAH CIKAL 


  • CARA SEKOLAH CIKAL GERAKKAN ANTI PERUNDUNGAN


Sebagai sekolah inklusi yang menggerakan program anti-bullying, Rendra menyatakan bahwa upaya penerapan dan pembiasaan disiplin positif, pembuatan kesepakatan bersama (Essential Agreement), dukungan pendampingan (support system) sekolah menjadi langkah awal hingga refleksi  yang dibangun dalam program pengenalan sekolah sepanjang tahun ajaran baru, termasuk di dalamnya tahun ajaran 2022-2023.


“Di Sekolah Cikal, proses untuk membentuk ekosistem yang saling peduli guna mencegah terjadinya perundungan dilakukan sepanjang tahun ajaran dengan menggunakan perspektif disiplin positif. Pada masa orientasi, para murid diajak untuk saling mengenal satu sama lain dan dikenalkan kepada sistem dukungan (support system) yang bisa mereka akses untuk mendapatkan bantuan di sekolah.” tuturnya. 


Beberapa sistem dukungan yang dibangun oleh Sekolah Cikal antara lain, 

  • Dukungan kesehatan mental melakui konselor sekolah dan wali kelas.

  • Dukungan pendidikan inklusi bagi anak-anak berkebutuhan khusus, 

  • Dukungan fasilitas sekolah mulai dari perpustakaan, akses informasi, alat pembelajaran, kebersihan, hingga keamanan, 

  • serta dukungan kesehatan fisik berupa UKS. 


Untuk Essential Agreement,Sekolah Cikal menghadirkan pembuatan kesepakatan bersama dalam lingkungan Cikal sebagai sekolah dan komunitas di antara anak-anak termasuk di dalamnya anak-anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan hak bersuara dan berekspresi yang sama. 


“Para murid juga kami ajak untuk membuat essential agreement untuk bersama-sama menjaga dinamika kelas berjalan dalam koridor yang disepakati oleh semua murid dan guru di kelas tersebut. Dalam proses membuat essential agreement ini, para murid juga diajarkan bahwa setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk bersuara atau berpendapat.” tambah Psikolog Rendra. 


Selain itu, refleksi pembelajaran juga menjadi langkah akhir yang diterapkan oleh Cikal sebagai cara pencegahan adanya perundungan secara konsisten.


“Salah satu hal yang secara konsisten dilakukan oleh Sekolah Cikal sepanjang tahun ajaran adalah proses refleksi pembelajaran. Di sini, mereka diajak untuk meninjau ulang kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan pada hari tersebut sambil mengidentifikasi bagian mana yang mereka rasa sudah dikuasai dan bagian mana yang masih perlu dikejar atau ditingkatkan. mereka juga berkesempatan untuk memberikan umpan balik kepada guru di kelas terkait dengan proses pembelajaran yang berlangsung. Selain membantu meminimalisir munculnya rasa frustrasi pada guru dan murid akibat proses pembelajaran, refleksi pembelajaran juga mengajarkan bahwa setiap orang yang ada di sana memiliki kebutuhan berbeda. Mereka memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk didengar serta menyuarakan kebutuhannya tersebut.” jelasnya. 


  • PROGRAM-PROGRAM BELAJAR ANTI BULLYING SEKOLAH CIKAL 


Selain langkah dan cara yang diupayakan oleh Sekolah Cikal, Sekolah Cikal juga menghadirkan program-program belajar yang mengembangkan empati murid sebagai langkah pencegahan dan menggerakkan kebiasaan baik tanpa perundungan melalui program Personal and Social Education (PSE) dan Cikal Aksi-Aksi. 


“Di luar dari essential agreement dan refleksi pembelajaran, Sekolah Cikal juga memiliki program-program yang bisa membantu murid mengembangkan empati mereka, seperti program Personal and Social Education (PSE) dan Cikal Aksi-Aksi (CAA). Dalam program PSE, para murid akan difasilitasi untuk mengenal lebih jauh keunikan dirinya, seperti dinamika emosi, gambaran kepribadian, dan preferensi-preferensi pribadi. Sedangkan, dalam program CAA, para murid difasilitasi untuk mengidentifikasi isu-isu sosial lingkungan beserta dengan solusi atau strategi sederhana yang bisa mereka lakukan sebagai murid untuk membantu mengatasi isu tersebut yang akan diimplementasikan menjelang akhir tahun akademik.” tukas Rendra. (*)


Baca juga :  Sekolah Cikal Rekomendasikan 4 Cara ini Untuk Diterapkan Sekolah Lain Guna Cegah Perundungan! 





Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut : https://bit.ly/cikalcs (tim Customer Service Cikal)




Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal 


  • Narasumber : Rendra Yoanda, M.Psi, Psikolog 

Rendra Yoanda adalah psikolog klinis anak-remaja yang saat ini aktif sebagai konselor di Sekolah Cikal dan juga sebagai Academic Program Manager untuk program Personal and Social Education (PSE) di jenjang SMP dan SMA Sekolah Cikal. Beliau sudah bekerja dan berinteraksi bersama dengan para remaja selama lebih dari 10 tahun sebagai mentor dan konselor.


  • Editor : Layla Ali Umar 

  • Penulis : Salsabila Fitriana 





I'M INTERESTED