Ketahui 3 Bentuk Kemarahan Anak Usia Dini dan Cara Identifikasinya!

Ketahui 3 Bentuk Kemarahan Anak Usia Dini dan Cara Identifikasinya dari Pendidik Rumah Main Cikal

Durasi Waktu Baca : 3 Menit


Jakarta, Rumah Main Cikal Lebak Bulus. Setelah memahami dengan baik bahwa amarah anak usia dini yang meledak-ledak bukan tanpa alasan, melainkan memiliki 5 kondisi pemantik, kini mari kita ketahui secara utuh bentuk-bentuk kemarahan anak usia dini dan cara mengindentifikasinya sebelum menjadi ledakan amarah yang membuat orang tua bingung. 


Putri Bayu Gusti Megantari Pratiwi, S,Psi atau yang hangat disapa Putri, Pendidik Pendidikan Anak Usia Dini di Rumah Main Cikal Lebak Bulus, mengungkapkan bahwa terdapat 3 bentuk marah anak yang seringkali ditampilkan secara meledak-ledak untuk mengekspresikan dirinya, yakni  menangis, berperilaku destruktif, dan tantrum. 


Lalu, ia juga menyebutkan bahwa terdapat 3 cara mengidentifikasi bentuk kemarahan tersebut. Simak penjelasannya berikut ini!

3 Bentuk Kemarahan yang Ditunjukkan Anak Usia Dini 


Rasa marah anak dalam proses perkembangan dirinya ditampilkan dalam 3 bentuk antara lain berikut ini:


  1. Menangis

Menangis adalah sebuah cara anak khususnya dari usia 0-18 bulan untuk mengungkapkan permintaan atau kondisinya, misalnya lapar, tidak nyaman, mengantuk dan masih banyak lagi.


“Kita sebagai orang tua perlu memahami bahwa marah adalah emosi yang muncul jika keinginannya tidak terpenuhi. Sehubungan dengan belum matangnya kontrol diri dan komunikasi mereka, anak-anak cenderung mengeluarkan rasa marah dengan berbagai cara, salah satunya menangis. Anak usia 0-18 bulan biasanya marah karena lapar atau tidak nyaman dan mengekspresikannya lewat tangisan.” jelasnya. 


Baca juga : Anak Usia Dini Sering Marah Meledak-Ledak? Pahami Dulu 5 Kondisi Penyebabnya Berikut ini!


  1. Berperilaku Destruktif

Bentuk kedua ekspresi kemarahan anak ketika tidak terpenuhi apa yang diinginkannya atau mengungkapkan rasa kecewanya adalah berperilaku destruktif.

Menurut Putri, berperilaku destruktif atau merusak atau merugikan adalah sebuah respon biologis yang dialami oleh anak-anak usia dini. 


“Berperilaku destruktif adalah sebuah respon biologis ini juga dialami oleh anak-anak. Namun, mereka belum mampu mengidentifikasi dan mengontrol “bom’’ yang ia rasakan. Anak-anak belum memiliki kontrol impuls yang baik. Alhasil anak-anak cenderung berperilaku destruktif.  Mereka berusaha berkata “marah’’ melalui tindakan. Ditambah lagi anak-anak belum bisa berpikir jangka panjang tentang akibat perilakunya tersebut.” ungkapnya tegas. 


Baca juga : Sharenting, Aktivitas Orang Tua Membagikan Cerita dan Potret Anak di Sosial Media



  1. Tantrum 

Tantrum dalam kehidupan anak-anak usia dini adalah sebuah hal yang normal untuk menunjukkan rasa marah bagi anak usia dini di atas usia 18 bulan. Namun, bagi Putri, tantrum tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, dan orang tua harus dapat mengidentifikasi kebutuhan dan perasaan anak. 


“Usia 18 bulan ke atas umumnya marah karena tidak mau berbagi atau punya keinginan yang harus diikuti. Mereka menunjukkan rasa marah dalam bentuk tantrum, Tantrum adalah hal yang normal, tetapi tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Oleh karena itu, penting sekali mengajarkan anak untuk mengenali dan membicarakan perasaan anak.” ucapnya.


Baca juga : Mengenal Rumah Main Cikal, Jenjang Prasekolah Bagi Anak Usia 6 Bulan hingga 4 Tahun di Cikal


Cara Mengidentifikasi Bentuk Kemarahan Anak 


Putri menuturkan bahwa orang tua dapat melakukan tahapan identifikasi dimulai dari melakukan observasi sikap dan pembawaan anak, selanjutnya, bilamana sudah memperlihatkan tanda-tanda bentuk kemarahan yang membutuhkan intervensi, maka orang tua harus segera melakukannya. 

“Meskipun anak-anak usia dini secara umum memang belum bisa kontrol emosi, kita perlu mengobservasi intensitas marah yang mereka tampilkan. Orang tua juga sudah perlu melakukan intervensi apabila anak menyakiti dirinya sendiri atau orang lain, emosi marahnya membuat anak kesulitan bersosialisasi dengan teman-teman, dan sering terjadi dan menyebabkan konflik, baik di rumah, sekolah, atau tempat bermain.” ungkapnya.

Ia juga menekankan pula apabila intensitas kemarahan anak sudah terasa tidak wajar (terlalu sering atau terlalu agresif), maka orang tua harus berkonsultasi ke pihak ahli, seperti psikolog atau terapis. (*)

Baca juga : Rumah Main Cikal, Terapkan Play-Based Learning, Penuhi Kebutuhan Bermain dan Optimalkan Kompetensi Dasar Anak Usia Dini


Informasi Cikal Support Center 

Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut : +62 811-1051-1178


Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal 

  • Narasumber : Putri Bayu Gusti Megantari Pratiwi, S.Psi

Tante Putri adalah guru Rumah Main Cikal Lebak Bulus. Ia memiliki gelar Sarjana Psikologi dan pernah bekerja sebagai konselor dan trainer untuk anak-anak. Sebelum mengajar di Cikal, Tante Putri pernah menjadi relawan guru di sebuah komunitas belajar anak-anak jalanan. Saat ini Tante Putri mengajar kelas Kakak-Kakak dan Pre Kindie. 

  • Editor : Layla Ali Umar 

  • Penulis : Salsabila Fitriana


I'M INTERESTED