Langkah-Langkah Tepat Penanganan dan Penyelamatan Korban KDRT yang Dapat Dilakukan Oleh Masyarakat

Langkah-Langkah Tepat Penanganan dan Penyelamatan Korban KDRT yang Dapat Dilakukan Oleh Masyarakat

Durasi Waktu Baca : 3 Menit



Jakarta, Sekolah Cikal. Memahami bahwa isu KDRT semakin marak dan kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri dapat terjadi dari hal-hal yang kecil di dalam ruang lingkup hubungan pasangan suami-istri hingga ketidakstabilan psikologis pasangan sendiri, publik dalam hal ini perlu semakin memahami dan saling menyampaikan pemberitahuan serta memberikan dukungan bersama tanpa penghakiman terhadap para korban di sekitar lingkungan. 


Baca dulu :Pahami Lebih Dalam Apa Itu Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Penyebabnya dan Bentuknya yang Perlu Diwaspadai


Psikolog Klinis Anak dan Konselor Sekolah Cikal, Rendra Yoanda, M.Psi., Psikolog menyampaikan bahwa KDRT sebenarnya bisa terjadi pada siapa pun dan kapan pun. Oleh karena itu, perlu awareness dari semua pihak, baik dari keluarga besar maupun lingkungan sekitar, yang disertai dengan sikap non-judgemental.  Ia juga menyebutkan bahwa masyarakat kini perlu memahami langkah-langkah mendasar tepat dalam upaya penanganan dan penyelamatan terhadap korban KDRT apabila hal tersebut terjadi di sekitar kita, baik itu keluarga, teman, rekan kerja dan sebagainya. 

Pertama, Bangun Kepekaan Diri dan Masyarakat Terhadap Sekitar 


Sebagai praktisi psikolog yang telah menangani dan mendampingi korban kasus KDRT, Rendra memberikan informasi bahwa dalam kasus KDRT, biasanya pelaku akan membatasi ruang gerak dan interaksi korban secara perlahan dan bertahap. Di sinilah peran masyarakat membangun kepekaan terhadap sekitar tanpa penghakiman untuk melihat kondisi rekan, teman, atau keluarga yang boleh jadi membutuhkan pertolongan mengingat sebagaimana yang disebutkan kini KDRT sudah bukan lagi ranah domestik, melainkan ranah publik yang mana korban berhak mendapatkan perlindungan dari negara. 


“Salah satu kekhasan yang terjadi dalam kasus KDRT adalah adanya isolasi dari pelaku terhadap korban. Artinya, pelaku secara perlahan dan bertahap akan membatasi ruang gerak dan interaksi korban, termasuk dengan keluarga dan sahabat. Di sini, korban lama kelamaan akan memiliki persepsi bahwa mereka seorang diri, tidak ada yang bisa membantu, dan bergantung kepada pelaku terkait keamanan serta keselamatan mereka.” ucapnya. 


Baca juga : 




Kedua, Jika Korban Ingin Mulai Bercerita, Jadilah Pendengar yang Non-Judgmental (Tidak Menghakimi)

Hal kedua yang dapat dilakukan adalah menjadi seorang pendengar yang baik dan tidak menghakimi apabila terdapat rekan, teman, atau keluarga yang ingin bercerita atas kejadian kekerasan dalam rumah tangga yang dialami. 


Rendra yang menyebutkan pada poin pertama tentang kekhasan pelaku KDRT membatasi ruang gerak korban akan membuat korban merasa seorang diri dan tidak ada yang dapat membantu, dalam hal ini, Rendra memberikan rekomendasi untuk kepedulian orang terdekat yang dapat dipercaya untuk menjadi pendengar yang tidak menghakimi. 


“Seringkali korban KDRT tidak mau melapor atas hal yang mereka alami karena merasa dinilai atau dihakimi oleh lingkungan. Mereka disalahkan karena dianggap sebagai penyebab kekerasan yang terjadi dan lingkungan mereka menganggap bahwa kekerasan yang terjadi adalah hal yang wajar. Hal ini membuat mereka berada dalam situasi dilematis karena mereka memerlukan perlindungan dan bantuan, namun tidak ada pihak yang bersedia membantu mereka. Pada akhirnya mereka akan menarik diri dari lingkungan dan terisolasi yang sejalan dengan ekspektasi dari pelaku. Oleh karena itu, ketika korban berani berbicara atau bertindak, perlu awareness dari semua pihak, baik dari keluarga besar maupun lingkungan sekitar, yang disertai dengan sikap non-judgemental.” jelas Rendra. 


Baca juga : Hindari KDRT dengan Manajemen dan Resolusi Konflik Bersama Pasangan Sejak Dini!





Ketiga, Bantu Korban Menyiapkan Safety Plan (Langkah Penyelamatan dan Perlindungan) Jika KDRT Terjadi Kembali. 


Jika korban KDRT tidak lagi merasa sendiri dan mulai berani berbicara serta didengarkan dengan baik, orang terdekat perlu memberikan pendampingan dan dukungan terhadap korban untuk membantu menyiapkan Safety Plan (Langkah Penyelamatan dan Perlindungan) jika KDRT terjadi kembali. 


Dalam safety plan ini, korban bisa diajak untuk merencanakan jalur komunikasi yang bisa mereka terapkan ketika KDRT kembali terjadi, termasuk akses ke perlindungan, kebutuhan finansial, dan hal lainnya yang bisa menunjang kehidupan mereka. Selain untuk menjamin keamanan dan keselamatan korban, adanya diskusi mengenai safety plan juga bisa membantu korban menyadari bahwa mereka masih memiliki kendali atas hidup mereka. Perasaan adanya kendali akan mengembalikan rasa berdaya dan kepercayaan diri mereka.” tutur Rendra. 


Dalam hal ini, Rendra kembali mengingatkan di akhir bahwa kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat terjadi kepada siapa saja dan kapan saja selagi ada kesempatan dan dari hal-hal kecil dalam keseharian di rumah. Oleh karena itu, masyarakat perlu menjadi lebih peka dan memberikan dukungan serta pendampingan untuk melindungi dan menyelamatkan korban KDRT di sekitar kita. (*)


Baca juga : Wajib Diperhatikan! Inilah Dampak Buruk Bagi Anak yang Menyaksikan KDRT Secara Jangka Panjang





Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut : https://bit.ly/cikalcs (tim Customer Service Cikal)




Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal 

  • Narasumber : Rendra Yoanda, M.Psi., Psikolog

  • Editor : Layla Ali Umar 

  • Penulis : Salsabila Fitriana

I'M INTERESTED