Roblox Dilarang? Psikolog Sekolah Cikal Jelaskan Bentuk Game Sesuai Usia

Durasi Waktu Baca : 3 Menit



Keypoints:

  • Psikolog Sekolah Cikal menjelaskan game yang sesuai dengan fase tumbuh kembang anak dari jenjang SD hingga SMA. 

  • Kesesuaian game yang dipilih sesuai usia anak itu penting karena dapat memengaruhi pengembangan diri anak, dari kognitif, emosional, sosial, dan moral.

  • Game untuk SD direkomendasikan berbentuk puzzle sederhana, game yang dapat melatih memori dan konsentrasi, game dengan visualisasi yang konkret, dan game-game kolaboratif.

  • Game untuk SMP direkomendasikan tiga bentuk game, yakni game strategi guna mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, game yang dapat mengembangkan empati dan game kelompok kompetitif. 

  • Game untuk SMA direkomendasikan yakni game strategi, game simulasi, dan game-game kreatif untuk melatih kemampuan perencanaan masa depan.




Jakarta, Sekolah Cikal Lebak BulusPembahasan mengenai larangan bermain roblox karena tidak sesuai usia anak dan dipenuhi risiko paparan kekerasan mendorong publik untuk memahami lebih dalam bentuk game yang sesuai dengan fase tumbuh kembang anak. 


Rahma Dianti, M.Psi., Psikolog (Psikolog dan Konselor SMP Cikal Lebak Bulus) memberikan pandangan dan penjelasan akan bentuk game yang sesuai dengan fase tumbuh kembang anak dari jenjang SD hingga SMA. 


Seperti apa penjelasannya? Selengkapnya berikut! 




Bentuk Games untuk Anak SD 

Psikolog Rahma menjelaskan bahwa pada usia jenjang Sekolah Dasar atau Primary School anak-anak tengah berada dalam tahap perkembangan kognitif dan kemampuan berpikir. Dalam hal ini pula, anak-anak juga mulai memahami aturan, logika dan kompetensi sosialnya, oleh karena itu anak-anak membutuhkan bentuk permainan seperti puzzle, teka-teki silang, atau sudoko. 

“Pada usia SD (7-12 tahun), anak-anak mulai mengalami perkembangan kognitif dengan kemampuan berpikir konkret yang semakin matang. Anak-anak sudah dapat memahami aturan yang konsisten dan logika, tetapi mereka masih membutuhkan contoh yang konkret. Pada usia ini juga, anak-anak mulai mengembangkan kompetensi sosialnya. Anak-anak dapat bermain game-game puzzle sederhana, game yang dapat melatih memori dan konsentrasi, game dengan visualisasi yang konkret, dan game-game kolaboratif yang mendorong mereka untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan anak-anak seusia mereka.” jelasnya.

Baca Juga : 3 Cara TK Cikal Serpong Membuat Anak Suka Baca Buku




Bentuk Games untuk Anak SMP

Pada jenjang SMP, Psikolog Rahma menyampaikan bahwa anak-anak di fase ini tengah mengalami transisi kemampuan berpikir dari yang konkret menjadi lebih abstrak,  memiliki penalaran yang lebih baik, dan mengalami berbagai macam perubahan aspek biologis dan kognitif secara emosi dan sosial sehingga anak-anak ingin melakukan eksplorasi yang lebih mendalam akan peran, nilai-nilai dan kepercayaan. 

“Anak-anak usia SMP (12-15) mengalami transisi dari kemampuan berpikir yang konkret menjadi yang lebih abstrak dan penalaran yang lebih baik. Selain itu, mereka juga mengalami berbagai macam perubahan di berbagai aspek selain biologis dan kognitif, yaitu secara emosional dan sosial. Mereka mulai melakukan eksplorasi terhadap peran, nilai-nilai, dan kepercayaan yang mereka miliki.” ujarnya. 

Untuk bentuk permainannya sendiri, Psikolog Rahma merekomendasikan 3 bentuk game, yakni game strategi guna mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, game yang dapat mengembangkan empati dan game kelompok kompetitif. 

“Anak-anak usia SMP dapat mulai mencoba game dengan narasi dan cerita yang lebih kompleks, misalkan seperti game strategi yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, game yang dapat mengembangkan empati dan pengambilan perspektif yang berbeda, dan game kelompok kompetitif dengan moderasi yang baik dan dalam lingkungan yang terkontrol.” tambahnya. 

Baca Juga : 4 Alasan Mengapa Pendidikan Seksualitas Penting Diberikan di Sekolah




Bentuk Games untuk Anak SMA

Seiring semakin bertumbuhnya anak memasuki jenjang menengah, psikolog Rahma menyatakan bahwa di fase tumbuh kembang usia 15-18 tahun, remaja telah mampu melakukan penalaran secara abstrak, mengambil keputusan hingga kematangan perkembangan moral yang membentuk identitas diri.

“Seiring anak menjadi dewasa dan memasuki jenjang SMA (15-18 tahun), mereka semakin mampu untuk melakukan penalaran abstrak, pengambilan keputusan, dan penyelesaian masalah yang lebih baik. Perkembangan moral mereka juga semakin matang, dan mulai semakin membentuk identitas diri mereka yang sudah dimulai sejak mereka memasuki usia remaja.” ungkapnya. 

Dari kondisi pengembangan diri tersebut, psikolog pun menyampaikan bahwa game strategi, game simulasi, dan game-game kreatif adalah bentuk yang direkomendasikan untuk dicoba oleh remaja untuk melatih kemampuan perencanaan masa depan.

“Anak-anak pada usia ini dapat mencoba game strategi yang lebih kompleks, game simulasi dan manajemen yang dapat melatih kemampuan perencanaan masa depan, serta game yang dapat mengasah kemampuan berpikir kritis yang lebih jauh. Game-game kreatif dapat sesuai untuk berbagai usia apabila kompleksitas dan tingkat kerumitannya disesuaikan dengan usia anak-anak.” ungkapnya. 

Baca Juga: Boys Talk-Girls Talk, Cara Sekolah Cikal Kenalkan Pendidikan Seks pada Anak




Game Sesuai Usia Anak itu Penting 

Sebagai konselor anak di Sekolah Cikal, Psikolog Rahma menekankan bahwa kesesuaian game yang dipilih sesuai usia anak itu penting karena dapat memengaruhi pengembangan diri anak, dari kognitif, emosional, sosial, dan moral.

“Setiap usia memiliki tahapan perkembangan masing-masing, dengan perubahan dari berbagai macam aspek seperti aspek fisik dan biologis, kognitif, emosional, sosial, dan moral. Oleh karena itu, kesesuaian sebuah game dengan anak perlu melihat tahapan perkembangan yang saat ini sedang anak-anak lalui, serta kematangan emosional dan kemampuan regulasi diri anak tersebut.” ucapnya. 

Dari memahami bahwa menyesuaikan game sesuai usia itu penting, orang tua perlu juga memahami bahwa dalam pemilihan game perlu diperhatikan pula konten dan bahkan rating resmi dari sebuah game. 

Pengawasan orang tua juga tetap diperlukan terlepas dari kesesuaian usia anak dengan game. Selain itu, setiap anak berkembang dengan kecepatan yang berbeda-beda, sehingga penilaian terhadap masing-masing individu tetap penting, tentu dengan mempertimbangkan rating resmi seperti ESRB (Entertainment Software Rating Board) atau PEGI (Pan European Game Information) dan konten-konten yang sesuai dengan usia anak-anak.” imbuhnya.(*)

Baca Juga : Psikolog Tari Sandjojo Beri Pandangan Tentang Wacana Pembelajaran Matematika Sejak TK




Informasi Cikal Support Center


Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut : https://bit.ly/cikalcs 




Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal 

  • Narasumber : Rahma Dianti, M.Psi., Psikolog (Psikolog dan Konselor SMP Cikal Lebak Bulus)

  • Editor: Layla Ali Umar 

  • Penulis : Salsabila Fitriana


I'M INTERESTED