Durasi Waktu Baca : 5 Menit Jakarta, Cikal. Dinamika dunia di tahun-tahun mendatang yang masih tak terduga mendorong manusia untuk senantiasa mengasah kompetensinya agar dapat bertahan hidup di kehidupan dan juga tetap berdaya bagi sesama manusia. Terlahir sejak 1999, Cikal yang dinaungi oleh Yayasan Cinta Keluarga (Cikal) merupakan sekolah berbasis kompetensi pertama di Indonesia yang juga melahirkan pendekatan personalisasi dalam pembelajaran dan pengembangan diri anak sesuai fase tumbuh kembangnya. Lebih dari 23 tahun usianya berdiri, kini Cikal sudah menguatkan komitmennya di 3 lini pendidikan bagi anak-anak Indonesia dimulai dari Rumah Main Cikal (untuk jenjang Prasekolah), Sekolah Cikal (untuk jenjang TK-SMA), dan Pendidikan Inklusi Cikal (lini pendidikan inklusif yang menguatkan Cikal sebagai sekolah inklusi untuk mengoptimalkan pengembangan diri anak-anak berkebutuhan khusus). (Cikal dinaungi oleh Yayasan Cinta Keluarga menerapkan pendidikan berbasis kompetensi dan pendekatan personalisasi bagi setiap anak sesuai fase tumbuh kembangnya. Dok. Cikal) Pendiri Cikal, Najelaa Shihab, menceritakan bahwa penerapan pendidikan berbasis kompetensi itu didasarkan pada refleksi pendidikan Indonesia di masa lampau dan menganalisis kebutuhan dunia masa depan. “Cikal itu berdiri tahun 1999, perlu dibayangkan bahwa 20 tahun lalu, situasi ekosistem pendidikan Indonesia (saat itu) dan yang terjadi di dunia beda sekali dengan sekarang. Dari awal Cikal memang ingin jadi sekolah praktik baik, ingin jadi inovator ekosistem pendidikan di Indonesia karena selama ini, kalau bicara sekolah yang biasa terjadi adalah, ada sebuah kurikulum yang hanya diberikan satu arah, dari guru ke murid, padahal kita tahu, untuk mencapai tujuan pendidikan itu prosesnya jauh lebih kompleks.” jelasnya. Membentuk kurikulum Kompetensi 5 Bintang Cikal (Cikal 5 Stars Competencies) sebagai cita-cita dan kurikulum berbasis kompetensi yang menjadi inti dari pengembangan proses belajar, interaksi, pengembangan diri seluruh murid, guru, orang tua, hingga seluruh anggota komunitas di Cikal sendiri. (Kompetensi 5 Bintang Cikal atau Cikal 5 Stars Competencies merupakan visi, cita-cita, dan tujuan utama pendidikan di Sekolah Cikal, Rumah Main Cikal, dan Pendidikan Inklusi Cikal. Dok. Cikal) Sebagai pendiri, Ia juga menceritakan bahwa penerapan pembelajaran berbasis kompetensi di Cikal dihadirkan atas proses refleksi dan analisis panjang akan tantangan, persaingan, dan kebutuhan manusia dan karakter manusia masa depan melalui visi utama Cikal yakni Kompetensi 5 Bintang Cikal (5 Stars Competencies). “Cikal 5 Stars Competencies atau Kompetensi 5 Bintang Cikal (tujuan Cikal dan juga kurikulum Cikal) adalah kompetensi yang mempersiapkan anak untuk masa depan. Kata masa depan adalah kata kuncinya. Cikal berupaya mengembangkan program pendidikannya yang berbasis kompetensi untuk menjawab kebutuhan dunia, 20-30 tahun mendatang dunia seperti apa sih, persaingan masa depan seperti apa sih, keunikan yang seperti apa sih yang perlu dimiliki oleh murid.” ungkap Najelaa. Dari refleksi Najelaa Shihab di atas penerapan pendidikan dan pembelajaran berbasis kompetensi melalui Kompetensi 5 Bintang Cikal itu hakikatnya merupakan sebuah capaian profil pembelajaran dalam kontinum jangka panjang dan juga seperangkat kurikulum juga yang telah didefinisikan untuk mendampingi pengembangan diri murid mencakup keahlian, pengalaman, dan persiapan karir anak di masa depan yang dibutuhkan oleh dunia. Baca juga : Mengenal Rumah Main Cikal, Jenjang Prasekolah Bagi Anak Usia 6 Bulan hingga 4 Tahun di Cikal Dunia membutuhkan manusia-manusia yang memiliki keseimbangan Dunia membutuhkan generasi yang secara emosional kuat, secara spiritual juga memiliki akar yang dalam. Dunia membutuhkan generasi yang memiliki kemampuan berpikir efektif karena masalah di masa depan akan lebih banyak dan kompleks. Dunia membutuhkan generasi yang memiliki wawasan yang luas juga kemampuan fisik yang sehat untuk bersaing. Dunia membutuhkan generasi yang dapat belajar mandiri karena informasi di masa depan akan banyak sekali. Jadi, generasi tersebut harus tahu tujuan belajarnya sendiri sebagai manusia (pelajar merdeka). Dunia membutuhkan generasi yang mengukur kesuksesan hidupnya dengan sebanyak mungkin berkontribusi dan berdaya bagi kebaikan dunia, dan bukan tentang diri sendiri. Tak hanya melahirkan pendekatan berbasis kompetensi pertama di Indonesia, Cikal juga melahirkan pendekatan personalisasi yang artinya setiap anak termasuk anak-anak berkebutuhan khusus disesuaikan kebutuhan minat dan bakatnya, cara atau moda belajar, dan juga tujuan belajarnya masing-masing dengan program-program yang jumlahnya ada ribuan di Cikal untuk optimalisasi pengembangan dirinya sebagai manusia yang kelak akan siap hadapi tantangan masa depan. Najelaa Shihab menekankan bahwa kehadiran pendekatan personalisasi di Cikal menandai komitmen Cikal sendiri sebagai lembaga pendidikan memprioritaskan setiap anak, termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. “Setiap anak adalah prioritas, “whatever it takes” jadi dorongan yang paling sering diucapkan dalam menghadapi berbagai tantangan. Kami saling mengingatkan bahwa setiap bagian dari komunitas Cikal bukan hanya nama apalagi angka dan data—tetapi diperlakukan dengan kepedulian seperti anak dan keluarga sendiri dengan proses bermain, belajar dan bekerja yang terpersonalisasi dengan relasi dan interaksi yang penuh empati.” ungkap Najelaa. Penerapan personalisasi tidak hanya sekadar dari pemilihan program saja di Cikal ternyata Cikal juga memberikan ruang personalisasi bagi anak untuk mendesain seragam batiknya sendiri dan mewarnai rambut. (membentuk gaya rambut dengan menyesuaikan kepribadian dan minat untuk mengekspresikan diri juga diperkenankan di Sekolah Cikal. Dok. Sekolah Cikal) Sebagai Head of School Cikal, Tari Sandjojo M.Psi, Psikolog menuturkan bahwa personalisasi dalam pembetukan gaya seragam batik Cikal dan mewarnai rambut merupakan salah satu langkah Cikal untuk mengimplementasikan personalisasi secara maksimal. “Seiring Cikal bertumbuh usaha Cikal untuk mengimplementasikan komitmen personalisasi secara maksimal semakin banyak dan semakin kuat. Seragam itu memang harus tetap batik Cikal, tetapi cara mereka desain kami berikan ruang untuk menyesuaikan kepribadian masing-masing dengan tetap mengacu pada dress policy yang telah ditetapkan oleh Cikal. Mengenai gaya dan warna rambut, pada dasarnya, acuan pertimbangan kami adalah penampilan itu tidak mengubah kepribadian atau karakter pembelajar di Cikal.” jelas Tari. Penerapan pendekatan personalisasi ini juga ditutup dengan penekanan Najelaa Shihab akan adanya peranan kesepakatan bersama yang dibangun melalui komunikasi 2 arah, murid dan guru agar anak tetap mengembangkan dan mengekspresikan dirinya serta menumbuhkan keseimbangan hidup pada anak. “Di Cikal, kita punya yang namanya “kesepakatan bersama”. Nah, kesepakatan bersama itu, sifatnya bukan satu arah, bukan cuma peraturan sekolah. Tetapi, kita yakin perlu dilakukan sama-sama, dan dihormati sama-sama di Cikal. Nah, di Cikal, dilihat satu-satu : apa tindakan yang mengganggu; apa yang menunjukkan kita tidak peduli. Dalam diskusi antara guru dan murid, rambut itu dianggap sebagai sesuatu yang lebih pilihan pribadi. Jadi, tidak akan mengganggu orang lainkan kalau rambutnya gondrong atau rambutnya warna-warni? Selama itu disepakati sama-sama, maka peraturannya tidak akan berubah. Boleh gondrong, boleh dicat rambutnya di Cikal.” tutup Najelaa.(*) Kenali lebih dalam cara Cikal menumbuhkan kompetensi dalam diri anak di Cikal melalui website Cikal www.cikal.co.id dan/atau melakukan visitasi ke Cikal melalui bit.ly/cikalcs Kunjungi Sosial Media Instagram Cikal @SekolahCikal, @RumahMainCikal, @PendidikanInklusiCikal Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal Narasumber : Najelaa Shihab, Pendiri Cikal Editor : Layla Ali Umar Penulis : Salsabila FitrianaPendidikan Berbasis Kompetensi, Bentuk Anak Siap Hadapi Persaingan Masa Depan
Kompetensi Manusia yang Dibutuhkan oleh Masa Depan dan Dibentuk di Cikal Melalui Kompetensi 5 Bintang Cikal
Pendekatan Personalisasi di Cikal, Menandai Setiap Anak itu Prioritas dan Punya Hak Berekspresi